Suku
Kedang, disebut juga suku Edang, adalah salah satu suku yang terdapat di kabupaten
Lembata, tepatnya di sebelah timur Lembata di provinsi Nusa Tenggara Timur.
Populasi orang Kedang diperkirakan sekitar 15.000 orang.
Suku
Kedang adalah merupakan penduduk asli di daerah kabupaten Lembata provinsi Nusa
Tenggara Timur. Sebagian besar orang Kedang berdiam di kecamatan Omesuri dan
kecamatan Bayusuri. Di daerah pemukiman suku Kedang juga terdapat bahasa lain,
yaitu bahasa Lamaholot, bahasa Boru Hewa dan bahasa Melayu Kupang. Bahasa
Kedang berbeda dengan bahasa-bahasa yang digunakan suku lain di wilayah ini,
sehingga di daerah ini sebagai bahasa pengantar antara suku Kedang dengan
suku-suku lain, menggunakan bahasa Melayu Kupang atau memakai bahasa Indonesia.
Masyarakat
suku Kedang pada umumnya memeluk agama Kristen. Agama Kristen, terutama Kristen
Katolik, diperkenalkan kepada masyarakat suku Kedang dibawa oleh para
misionaris dari Eropa, sekitar tahun 1900.
Rumah
Adat suku Kedang yang disebut Ebang, merupakan bentuk identitas diri yang tak
bisa terpisahkan dari kehidupan masyarakat suku Kedang. Rumah Ebang ini ada
hampir di semua kampung pemukiman suku Kedang. Rumah adat Ebang, memiliki
bentuk lonjong dan segi empat. Rumah adat Ebang memiliki beberapa fungsi baik
sebagai tempat untuk bermusyawarah dalam menyelesaikan berbagai persoalan juga
sebagai lumbung pangan, tempat untuk menyimpan hasil panen. Hasil panen
disimpan di loteng yang terbagi dalam bilik-bilik kamar berukuran kecil, yang
terbuat dari bambu atau papan. Di tempat ini disimpan bahan pangan seperti
padi, jagung dan kacang-kacangan.
Selain
itu, Ebang juga merupakan simbol perdamaian dan pemersatu keluarga dan
masyarakat. Biasanya, dalam urusan adat, pejabat pemerintah turut diundang
hadir untuk menyaksikan penyelesaian adat oleh para tetua adat. Di tempat ini
semua masalah akan dibicarakan secara terbuka dan dalam suasana kekeluargaan
dan persaudaraan.
Rumah
adat Ebang terbuat dari bahan lokal seperti kayu berbentuk balok atau bambu
dengan atap dari rumput alang-alang. Beberapa tahun belakangan ini, di sejumlah
kampung atap Ebang diganti dengan seng. Rumah adat Ebang dilengkapi pula sebuah
bale-bale besar, tempat untuk bermusyawarah. Rumah adat Ebang terdiri dari 4
tiang/tonggak utama dilengkapi dengan lawen (papan berbentuk bundar) berfungsi
untuk menahan hama tikus atau biinatang pengerat lainnya agar tidak masuk ke
dalam lumbung.
Di
beberapa kampung, hukum dan sanksi adat masih diberlakukan sehingga membuat
warga yang melakukan kejahatan atau pelanggaran hukum adat akan merasa jera.
Sanksi adat diberikan dalam bentuk gong atau gading dengan sejumlah hewan jika
masalah tersebut berkaitan dengan urusan kawin-mawin seperti si pemuda
menghamili anak gadis orang lain, tetapi tidak mau bertanggung jawab. Selain
itu sanksi adat juga bisa diberikan dalam bentuk sumbangan batu, pasir atau
semen untuk pembanguan desa apabila pelanggaran-pelanggaran tersebut berkaitan
dengan masalah pemerintahan dan kemasyaratan pada umumnya.
Kehidupan
masyarakat suku Kedang pada umumnya pada bidang pertanian. Pertanian dikerjakan
pada lahan kering atau di ladang. Mereka menanam jagung sebagai tanaman utama,
palawija, ubi, pisang dan lain-lain. Peralatan yang digunakan pada pertanian,
masih menggunakan alat yang sederhana, seperti tofa dan parang. Musim tanam
hanya sekali dalam setahun, sehingga di waktu tidak menanam, mereka melakukan
kegiatan menangkap ikan.
Sumber
: Proto Malayan
0 komentar:
Posting Komentar